Orang tua jangan panik ketika melihat anak menunjukkan gejala awal hepatitis.
Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Ade Rachmat Yudiyanto menunjukkan hal yang harus dilakukan orang tua.
“Jika ada gejala, jangan panik.
Segera bawa pasien ke puskesmas dan rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan lanjutan,” ujar dia dalam webinar yang digelar Dompet Dhuafa bertajuk “Penyakit Hepatitis Virus Akut pada Anak beserta Pencegahan dan Penanganannya,” Kamis, 12 Mei 2022.
Gejala hepatitis di tahap awal adalah diare, mual, muntah, perut sakit dan dapat disertai demam ringan.
Bila gejala ini muncul, orang tua perlu memastikan anak istirahat total, menjaga asupan cairan anak dan ion tubuh cukup agar tidak jatuh dalam kondisi dehidrasi atau kekurangan cairan.
Sementara untuk makanan, tidak ada khusus.
Cukup berpedoman pada prinsip gizi seimbang.
“Istirahat total.
Semua aktivitas dilakukan di tempat tidur,” kata Ade.
Menurut Ade, orang tua sebaiknya tidak menunggu gejala lanjutan yang muncul seperti kulit dan mata kuning hingga penurunan kesadaran yang dapat akhirnya dilakukan perawatan di Unit Perawatan Intensif (ICU) dan bahkan dilakukan cangkok hati.
Hepatitis merupakan radang pada sel hati.
Saat ini ada parameter yang bisa digunakan untuk memastikannya yakni enzim hati atau Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamate Pyruvate Trasnsaminase (SGPT) bila nilainya di atas dua kali normal.
Berbicara penyebab, hepatitis bisa disebabkan infeksi dan non-infeksi.
Infeksi bisa karena virus (A, B, C, D, E dan G), bakteri atau parasit, sementara non-infeksi misalnya akibat obat, racun, metabolisme.
Sementara berkaca pada kondisi saat ini, menurut Ade, belum satu pun ada data akurat yang bisa menyatakan jelas penyebabnya.
Untuk dokter pun belum berani ini terkait dengan SARS-CoV-2.
Hepatitis akut beberapa waktu terakhir menjadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kemudian menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kementerian Kesehatan pun telah meningkatkan kewaspadaan pada kasus Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia, dan belum diketahui penyebabnya sejak 15 April 2022.
Di Indonesia, pada 9 Mei lalu tercatat 15 kasus yang masih diduga hepatitis dan masih dalam proses investigasi.
“Di Indonesia, kasusnya kering memang ada yang dilaporkan.
Tetapi apakah termasuk hepatitis akut yang tidak diketahui bagiannya, masih ada kasus di Indonesia sebagai kasus yang terjadi tapi kasus yang diwaspadai,” kata Ade.
Dia berharap laporan kasus ini tidak membuat produksi berlebihan di kalangan masyarakat namun lebih waspada.
“Mudah-mudahan ini hanya sekedar membuat kita saja, jangan sampai membuat kita waspada seperti COVID-19.
Saya berharap tidak akan berlanjut seperti COVID-19 karena memang sesuatu yang perlu waspada saja,” demikian kata Ade.
Merujuk definisi WHO, ada tiga klasifikasi hepatitis akut yakni konfirmasi yang saat ini belum ditemukan data, kemungkinan dan Epi-linked.
Ade menjelaskan, dikatakan kemungkinan bila memenuhi syarat tertentu antara: hepatitis akut terbukti, tidak diketahui penyebabnya, bukan penyebab virus hepatitis A, B, C, D dan E.
Kemudian, data-data lain seperti pemeriksaan laboratorium ditemukan SGOT atau SGPT lebih dari 500 IU/L, terjadi pada usia di bawah 16 tahun dan kasus ditemukan pada tanggal 1 Oktober 2021.
Sementara itu, dikatakan Epi-linked atau kontak erat yakni hepatitis akut di segala usia dan kontak erat dengan kasus kemungkinan di atas 1 Oktober 2021.
ANTARA