Remahan kertas warna warni party popper menyembur ke udara.
Menandai pembukaan pameran seni rupa Potret Malam Affandi di halaman Museum Affandi, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis, 14 Juli 2022 petang.
Pameran itu untuk memperingati haul atas meninggalnya maestro seni rupa Indonesia, Affandi yang ke-32 tahun.
Tepatnya pada 23 Mei 1990.
Salah satu kurator pameran, Ignatia Nilu menjelaskan, pameran itu memajang karya 9 perupa di galeri 2 dan 3 museum.
Ada karya seniman Agan Harahap, Angki Purbandono, Digie Sigit, I Gusti Ketut Alit Arya Putra (SDI), I Gusti Ngurah Tri Marutama (SDI), Ivan Bestari, Jogjakarta Video Mapping Project (JVMP), Kleting Titis Wigati, juga Nasirun.
Pameran ini berlngsung sejak 15 Juli 2022 hingga 11 September 2022.
Juga melibatkan 22 pemural yang akan membuat karya mural dan grafiti sepanjang Jalan Affandi (sebelumnya dikenal dengan Jalan Gejayan) yang berada di sisi barat museum.
Pemural dari berbagai kota itu adalah Adit Doodleman, Alodia Yap, Badsyaw, Birdpeace, Claudiadella, Cutnotslices, Digie Sigit, Ipeh Nur, Ismu Ismoyo, Kotrek, Koznotdeath, LoveHateLove, Media Legal, Minas, Pangestumu, Rune, Setsu, Sockai, Vendy Methodos, Wimbo Praharso, Zarinka Soiko, Zent Prozent.
Salah satu yang menarik adalah karya seniman scanography, Angki Purbandono yang melakukan teknik scan terhadap barang-barang peninggalan Affandi.
“Saya dipercaya merekam benda-benda yang ada di museum dan kamar pribadi Affandi,” kata Angki.
Kamar Affandi terletak di lantai dua.
Tepatnya di atas Café Loteng, tempat para pengunjung museum melepas lelah sembari memesan makanan dan minuman.
Untuk menuju ke kamar melewati tangga kayu yang ditopang beberapa kayu karena usia menua.
Tak sembarang pengunjung diperbolehkan masuk tanpa seizin pihak keluarga Affandi.
Kamar itu dibuat dari material kayu dan berdinding gedhek alias anyaman bambu.
Lantainya pun dari papan kayu.
Salah satu yang unik, atapnya didesain menyerupai daun pisang, yakni panjang dan melengkung pada kedua sisinya.
Tak hanya atap kamar, desain yang sama juga terdapat pada atap galeri museum dan bangunan lain di sana.
“Desain itu ide beliau (Affandi),” kata Ketua Panitia Peringatan Haul #32 Affandi, Kanina Sistha Sekar Tanjung kepada Tempo di beranda kamar.
Berawal dari kisah pagebluk cacar yang mendera Affandi kecil dan enam orang saudara kandungnya.
Lantaran belum ada obatnya, apalagi vaksin cacar, mereka pun diobati secara tradisional.
Tubuh bocah-bocah itu dibungkus daun pisang.
Dari tujuh bersaudara itu hanya Affandi dan dua kakaknya yang selamat.
“Daun pisang dianggap beliau sebagai penyelamat, pengayom,” kata Tata, panggilan akrab Kanina.
Kamar Affandi cukup luas.
Suasana antik dan kuno terpancar dari benda-benda yang disimpan di sana.
Ada beragam perkakas dari kayu, seperti dipan, meja, serta beberapa lemari dan rak buku.
Juga ada lemari kaca khusus menyimpan asesoris kalung antik dari biji-bijian dan manik-manik, serta patung-patung boneka mungil dari keramik dan kayu.
Benda-benda itu adalah oleh-oleh yang dibawa Maryati setiap kali menemani suaminya, Affandi bepergian ke luar negeri.
“Dulu arsip-arsip beliau disimpan di bawah ini,” kata cucu Affandi yang juga Kepala Museum, Helfi Dirix sembari menunjuk ke bawah dipan.
Tempat tidur itu ditutup kain sprei bermotif batik.
Di atasnya dilapis permadani warna merah.
Tongkat-tongkat kayu Affandi dikumpulkan dalam wadah semacam bejana.
Kamar itu juga dihiasi aneka patung kayu, begitu juga di depan kamar.
Sementara foto-foto lama Affandi menghiasi dinding anyaman bambu.
Kebanyakan foto Affandi semasa tua yang khas dengan rambut putihnya.
Ada satu foto Affandi muda bersanding dengan Maryati.
Helfi juga menunjukkan kaya rajut Maryati yang membentuk candi.
Rajutan dari benang wol warna-warni itu juga melukiskan kehidupan masyarakat sekitar candi, seperti ada rumah, ada pedate.
Juga keriuhan wisatawan dengan topi lebarnya.
“Ini dibuat Bu Maryati setelah Pak Affandi selesai melukis Candi Prambanan,” terang Helfi.
Sementara dari beranda kamarnya, Affandi biasa memandang aliran Kali Gajah Wong yang ada di sisi timur bawah kamarnya.
Juga lalu lalang kendaraan Jalan Jogja-Solo di sisi selatannya yang waktu itu tak seramai saat ini.
PITO AGUSTIN RUDIANA